top of page
Search
himtifpunhas

Selayang Pandang Pertanian Berkelanjutan



Membahas mengenai pertanian berkelanjutan, konsep ini hadir untuk meningkatkan korelasi antara peningkatan kebutuhan manusia akan ketersediaan pangan dengan terciptanya kelestarian lingkungan dalam setiap produksi yang dihasilkan. Dalam menciptakan konsep ini, pertanian berkelanjutan harus berorientasi pada tiga dimensi utama yaitu keberlanjutan usaha ekonomi, keberlanjutan kehidupan sosial manusia , dan keberlanjutan ekologi alam.


Jika kita menarik garis besar tentang pemenuhan kebutuhan manusia akan ketersediaan pangan, dimana kita ketahui bersama bahwa populasi umat manusia semakin hari akan bertambah, bertambah, dan terus bertambah. Sedangkan ruang dimana manusia melakukan segala aktivitasnya khususnya dalam pemenuhan kebutuhan pokoknya sendiri yaitu berupa sandang, pangan, dan papan bertsifat stagnan. Artinya peningkatan populasi manusia akan berdampak pada ketersediaan ruang yang semakin terbatas. Lantas yang akan menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara kita memenuhi kebutuhan manusia pada kondisi ruang yang terbatas ini?


Jika fokus masalah ini kita tekankan pada teori yang diungkapkan oleh Maltus yang mengatakan bahwa peningkatan populasi manusia harus dibarengi dengan peningkatan produksi maka masalah yang dihadirkan tidak akan dapat terselesaikan malah akan semakin berkembang. Kita dapat bercermin pada kondisi saat ini dimana terjadi ketimpangan terhadap distribusi ruang yang tidak merata. Di negara kita sendiri Indonesia terdapat segelintir orang yang menguasai lahan hingga ribuan ha, sedangkan terdapat ribuan kartu keluarga hanya menguasai lahan 0,3 ha tiap orangnya. Berdasarkan data FAO sendiri untuk mencapai pemenuhan kebutuhan manusia akan produksi kebutuhan panganya dibutuhkan luas lahan seluas 2 ha tiap orang. Dari hal ini saja dapat dilihat bahwa terjadi kesenjangan antara masyarakat atas dan masyarakat menengah kebawah dalam hal distribusi lahan itu sendiri.


Selain distribusi lahan yang tidak merata terjadi pula distribusi pangan yang kurang optimal, hal itu dapat kita lihat berdasarkan bukti tingginya tingkat obesitas pada negara-negara maju dan berbanding lurus dengan tingginya tingkat kekurangan gizi pada negara-negara berkembang kebawah. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan seluruh manusia akan ketersediaan pangan maka terjadi intensifikasi pada lahan seluas 0,3 ha tersebut. Maka muncullah paradigma-paradigma tentang bagaimana kita memanfaatkan lahan seluas 0,3 ha tersebut seoptimal mungkin agar kebutuhan produksi tetap tercapai. Maka solusi yang dihadirkan adalah penggunaan pupuk-pupuk anorganik dan pestisida-pestisida kimia yang mengandung bahan residu dan tanah yang menjadi penampung bahan-bahan residu tersebut. Dampaknya terjadinya degradasi pada sebagian besar luas lahan yang artinya terjadi penurunan kualitas lahan yang berdampak pula pada penurunan hasil produksi.


Berdasarkan fakta yang diperoleh saat ini, terjadinya degradasi lahan tidak dapat kita pungkiri. Banyak lahan dipermukaan bumi ini yang telah terdegradasi akibat dari kurangnya perhatian manusia akan keberlangsungsungan ekosistem. Paradigma-peradigma yang berkembang saat ini dikalangan masyarakat adalah paradigma antroposentrisme dimana masyarakat memahami bahwa manusia adalah pusat dari segala sesuatu dan alam itu sendiri sama sekali tidak memiliki nilai intrinsik didalamnya hanya sebatas alat untuk pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri. Paradigma-paradigma inilah yang membuat manusia melakukan explorasi dan exploitasi besar-besaran terhadap alam tanpa memperhatikan dampaknya kepada lingkunagan. Explorasi dan exploitasi tersebut yang membuat manusia membuka lahan-lahan didaerah yang seharusnya menjadi wilayah lindung dan wilayah konservasi.


Di negara kita sendiri Indosesia, akibat dari ruang yang terbatas ini banyak masyarakat yang akhirnya membuka lahan didaerah dengan topografi dengan tingkat kemiringan lereng yang tinggi dan tanpa adanya tindakan konservasi pada daerah-daerah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh, di lahan dengan topografi dengan tingkat kemiringan lereng 3-12 % saja tingkat erosivitas yang terjadi mencapai 50-400 ton/ha/thn. Data tersebut masih digolongkan dalam kategori wilayah yang landai belum membahas tingkat erosi yang terjadi pada wilayah dengan topografi curam hingga sangat curam yang tentunya pasti lebih tinggi dari nilai tersebut.


Berdasarkan pembahasan yang telah saya jelaskan diatas, maka saya menarik kesimpulan bahwa pertanian berkelanjutan sulit untuk dapat tercapai jika distribusi ruang yang ada saat ini tidak merata dan distribusi pangan tidak optimal dan menyeluruh untuk seluruh umat manusia. Dan konservasi merupakan poin penting yang harus diperhatikan untuk memperbaiki kondisi saat ini terhadap keterbatasan akan ruang.


Sebagai penutup saya mengutip pernyataan dari Gandhi yang mengatakan bahwa bumi kita ini cukup untuk memenuhi segala kebutuhan manusia tapi tidak cukup untuk memenuhi segala keinginan dari umat manusia.


2 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page