top of page
Search
himtifpunhas

BPJS-Kesehatan dalam Bingkai Privatisasi

Dalam sejarah dunia kapitalisme memiliki masa dimana penindasan struktural maupun ideologi dalam dominasinya membuat individu-individu teralenasi. Kapitalisme adalah suatu cara mengadakan produksi, yang mana dalam sistem kapitalisme orang mengadakan produksi tidak hanya untuk menutupi kebutuhan hidup tetapi dengan tujuan mencari laba. Dalam jurnal “Neoribelisme dan Globalisasi” karya Mansour Fakih membagi tiga fase zaman kapitalisme. Fase pertama dikenal dengan periode ‘kolonialisme’, fase ini ditandai dengan adanya ekspansi secara fisik yang bertujuan untuk mendapatkan bahan baku mentah. Pada periode ini terjadi penjajahan selama bertahun tahun sebagai bentuk ekspansi fisik terhadap sumber daya alam pada negara jajahan. Berakhirnya periode ini disebabkan oleh revolusi di banyak negara jajahan setelah berakhir perang dunia II.


Setelah periode kolonialisme berakhir, kemudian muncul periode neo-kolonialisme. Pada periode ini menandakan berakhirnya penjajahan secara fisik akan tetapi para negara penjajah tetap melakukan penjajahan secara teori dan ideologi pada negara bekas koloninya. Negara negara yang dulunya penjajah tetap melanggengkan kontrol terhadap ideologi dan perubahan social pada bekas koloninya. Ideologi yang dibawa kepada negara bekas koloninya adalah neo-liberaslisme.


Prinsip neo-liberalisme tidak berbeda dengan prinsip liberalisme menurut Adam smith yang terdapat pada The Welath of Nations. Neo-liberalisme mempercayai bahwa adanya pertumbuhan ekonomi merupakan akibat dari adanya ‘pasar bebas’. Dalam paham Neoliberalisme adanya intervensi negara dianggap akan merusak mekanisme pasar dan kebebasan dengan munculnya distorsi oleh intervensi negara. Untuk mengurangi adanya intervensi negara maka muncul upaya deregulasi pada peraturan negara yang akan menghalangi jalannya ‘pasar bebas’. Upaya upaya deregulasi ini diperkuat dengan bergabungnya Indonesia dengan WTO pada tahun 1950 dan meretifikasi liberalisasi dan komersialisasi pada 12 sektor melalu dimana salah satunya adalah di bidang kesehatan yaitu terjadi privatisasi yang menyebabkan adanya pembagian kelas atas dan kelas bawah.


Privatisasi merupakan revolusi global yang berkembang sejak tahun 1970an. Menutrut stepan (1985) privatisasi dianggap sebagai eksperimen pencapaian masyarakat kapitaslis pada tingkat lanjut. Harvey (2011) juga menyebutkan bahwa tujuan utama dilakukannya privatisasi yakni untuk membuka lapangan baru lagi bagi akumulasi kapital. Cowan (1990) dalam bukunya privatization in the developing world turut mengatakan bahwa beberapa kasus di negara dunia ketiga, terjadinya privatisasi biasanya terjadi dikarenakan tiga faktor yaitu pergesaran ideologi negara tersebut semenjak merdeka dari kekuasaan kolonial, tekanan eksternal untuk melakukan reformasi ekonomi yang dilakuka oleh donor tingkat internasional, menurunnya kemampuan negara dalam melakukan pembiayaan terhadap program-program mereka yang semakin besar melalui sektor publik.


Privatisasi di bidang kesehatan menurut konsep yang dikemukakan oleh Ramesh dan Wu (2008) bahwa pencampuran publik-swasta dapat dilihat dari keterkaitan antara pelayanan dan finansial dalam kesehatan. Konsep ini menggambarkan bahwa dalam hal pelayanan publik merupakan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah. Sementara pelayanan swasta merupakan segala bentuk pelayanan yang berfokus pada finansial. Hal ini dapat dilihat dari pelayanan kesehatan di Indonesia sejak zaman kolonialisme Belanda yang menggunakan sistem campuran antara publik dan swasta sebagai penyedia serta pendanaan.


Memasuki masa Orde Baru terjadi reformasi pada pelayanan kesehatan dimana pemerintahan Indonesia memperbolehkan adanya pembangunan rumah sakit yang berorientasi pada hasil. Hal ini menyebabkan pelayanan kesehatan yang berbasis pasar menjadi menonjol terutama pada masyarakat kelas menengah ke atas yang menginginkan pelayanan yang lebih baik. Namun, adanya Peristiwa krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998 meberikan dampak buruk pada perekonomian Indonesia sehingga pemerintah melakukan desentralisasi sistem kesehatan yang dituangkan dalam pembentukan Undang Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) karena pada saat itu asuransi pemerintah terbatas pada PNS (Askes), anggota militer (ASABRI) dan pekerja di perusahaan (Jamsostek). Pelayanan kesehatan terus dilakukan perubahan yakni melalui pengimplementasian UU No. 40 tahun 2004 tentang sistem jaminan sosial dan UU No.24 Tahun 2011 mengenai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial). BPJS sebagai akumulasi dari berbagai asuransi yang ada (JKN, Askes, jamsostek, dan Jamkesda).


Pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah saat ini yaitu berupa BPJS. Badan Penyelenggar Jaminan Sosial yang selanjutnya disebut BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang dibentuk dengan Undang-Undang untuk menyelenggarakan perogram jaminan sosial. BPJS menurut UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah trasformasi dari badan penyelenggara jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk membentuk badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika perkembangnan jaminan sosial.


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) merupakan salah satu produk privatisasi baru dari pemerintah dalam bidang kesehatan. Hal ini dapat terlihat dengan adanya penandatangan antara pihak BPJS Kesehatan dengan perusahaan swasta dalam melakukan pelayanan dengan dalih untuk memenuhi akses pelayanan kesehatan nasional. Adanya penandatangan ini kemudian memicu pembangunan rumah sakit swasta yang sangat pesat. Dari hasil survei Health policy plus terdapat hampir seribu rumah sakit yang baru dibangun dalam kurun waktu kurang lebih tujuh tahun.


Dari data diatas dapat terlihat bahwa lebih dari 50% rumah sakit yang ada adalah rumah sakit swasta. Para masyarakat kelas atas kemudian lebih memilih layanan kesehatan di rumah sakit swasta sementara masyarakat kurang mampu hanya dapat mendapatkan pelayanan di rumah sakit publik yang pelayanannya masih kurang. Hal ini kemudian terus terjadi sehingga pembangunan layanan kesehatan pada rumah sakit swasta lebih pesat karena mempunyai modal yang lebih banyak dibandingkan dengan rumah sakit publik.


Selain itu, Pembagian kelompok peserta BPJS Kesehatan menjadi 2 kelompok tersebut, yakni; (1) Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan (2) Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (non PBI) disesuaikan dengan golongan masyarakat setiap individu tersebut. Untuk golongan masyarakat menengah keatas masuk kedalam kelompok peserta BPJS Kesehatan bukan penerima bantuan iuran (non PBI) yang iuran ditanggung sendiri sedangkan untuk masyarakat golongan bawah (fakir miskin, dan orang yang tidak mampu) masuk kedalam kelompok peserta BPJS Kesehatan penerima bantuan iuran (PBI) yang iurannya dibayar oleh pemerintah Indonesia. dalam BPJS Kesehatan terdapat 3 klaster yang semakin memperlihatkan ketimpangan yang dihadapi masyarakat yang kurang mampu.


Untuk mengatasi masalah ketimpangan yang ada dalam pelayanan kesehatan maka diperlukan pemerataan kualitas rumah sakit atau layanan kesehatan baik swasta maupun publik. Selain itu, menghilangkan klaster pada BPJS sehingga baik masyarakat kelas bawah, menengah dan atas mampu mendapatkan fasilitas kesehatan yang sama. Klaster pada BPJS diubah menjadi subsidi silang dimana pembayaran BPJS disesuaikan dengan pendapatan seseorang. Oleh sebab itu, adanya pemerataan kualitas dan subsidi silang akan membuat setiap orang tanpa memandang kelas sosial masyarakat mendapatkan kesempatan yang sama dalam mengakses pelayanan kesehatan.

14 views0 comments

Recent Posts

See All

Comments


bottom of page